Free Scooby Doo ani Cursors at www.totallyfreecursors.com

Kamis, 10 Mei 2012

Rekonsiliasi Fiskal (Tugas Akuntansi Perpajakan)


BAB I
REKONSILIASI FISKAL

1.1 Definisi Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan  ketentuan  fiskal  untuk  menghasilkan  penghasilan  neto  /  laba  yang  sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan – perbedaan antara akuntasi dan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/ permanent ( permanent differences ) dan beda waktu / sementara ( timing differences ).
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan keadaan keuangan  (Balance Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan fiskal ditujukan untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak yang harus dibayar ke Negara.
Laporan keuangan komersil berdasarkan prinsip akuntansi  yang berlaku umum, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau standar lain, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan lain. Perbedaan penggunaan standar atau prinsip dasar dalam penyusunan Laporan Keuangan – terutama laporan rugi laba- , mengakibatkan perbedaan perhitungan laba rugi suatu entitas (Wajib Pajak) antara laba rugi komersil dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat adanya perbedaan perbedaan beban pajak komersial dan beban pajak seharusnya dibayar ke Negara.
1.2  PENYEBAB PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN  KOMERSIL DAN FISKAL.
Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal adalah karena terdapat :
  1. Perbedaan Prinsip Akuntansi
  2. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
  3. Perbedaan Pengakuan Penghasilan dan Biaya serta
  4. Perbedaan Perlakuan Penghasilan dan Biaya.
Perbedaan Prinsip Akuntansi
  1. Prinsip Konservatisme : Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode “terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih” dan penilaian piutang dengan “nilai taksiran realisasi bersih” diakui dalam akuntansi komersil, tetapi tidak diakui dalam fiskal.
  2. Prinsip Harga Perolehan : Akuntansi komersil, penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal, pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan.
  3. Prinsip pemadanan (matching) biaya dan manfaat  : Akuntansi komersil mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan.
Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
a.       Metode Penyusutan dan amortisasi : Akuntansi komersial membolehkan memilih metode penyusutan seperti straight line method, sum of the years digits method, declining balance method, double declining balance method, metode jam jasa, jumlah unit produksi dll. Dalam fiskal untuk asset non bangunan, pemilihan metode penyusutan terbatas pada metode garis lurus (straigth line method)  dan Metode saldo menurun (declining  balance method). Sedangkan untuk asset bangunan hanya metode garis lurus saja (straigth line method).
b.      Metode Penghapusan Piutang : Dalam akuntansi komersial, penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya.
Penghasilan diakui dalam akuntansi komersil, tetapi bukan merupakan objek pajak. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari Penghasilan Kena Pajak. Contoh :
-                    Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura.
-                    Penghasilan dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD sebagai Wajib  Pajak dalam negeri dengan persyaratan tertentu.
-                    Hibah, bantuan, sumbangan.
-                    Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek pajak.
Untuk detail, lihat pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersil tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan menurut akuntansi komersial. Contoh :
-                    Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dll.
-                    Penghasilan hadiah undian.
-                    Dll.
Untuk detail, lihat pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan :
-                    Kerugian usaha di luar negeri : Dalam akuntansi komersial, kerugian tersebut mengurangi laba bersih, dalam fiskal tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan kena pajak.
-                    Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya : dalam akuntansi komersil, kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam perhitungan laba bersih tahun berikut. Secara fiskal rugi tahun sebelumnya, dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak tahun sekarang.
Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersil sebagai biaya atau pengurang penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengurangan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam SPT tahunan PPh, merupakan koreksi fiskal positif yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Contoh :
-                    Imbalan atau penggantian dalam bentuk natura.
-                    Pajak Penghasilan.
-                    Sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan dan sanksi pidana.
-                    Dll.
1.3 PERBEDAAN PERMANEN DAN PERBEDAAN WAKTU
Perbedaan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dan menurut fiskal dikelompokkan  menjadi perbedaan tetap atau perbedaan permanen (permanent difference) dan perbedaan sementara atau perbedaan waktu (timing differences).
Perbedaan tetap terjadi karena transaksi pendapatan dan biaya dapat diakui menurut akuntansi komersil tetapi tidak dapat diakui menurut fiskal.
Contoh Perbedaan tetap :
  1. Penghasilan yang pajaknya bersifat final
  2. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  3. Biaya/pengeluaran yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto seperti imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, dll.
Perbedaan waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan menurut akuntansi komersil dan fiskal. Secara komersil dan fiskal sama-sama diakui, tetapi perbedaan ini bersifat sementara. Contoh perbedaan ini : Pengakuan biaya piutang tak tertagih, penyusutan, amortisasi, dll.
1.4 TEKNIK REKONSILIASI FISKAL
Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara :
  1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal
v  rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan dari penghasilan menurut akuntansi, berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
  1. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiskal
v  rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan dari penghasilan menurut akuntansi, berarti menambah laba menurut akuntansi.
  1. Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal
v  rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/pengeluaran dari biaya menurut akuntansi, berarti menambah laba menurut akuntansi.
  1. Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal
v  rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah biaya/pengeluaran tersebut pada pada biaya/pengeluaran menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
1.5 KOREKSI POSITIF DAN KOREKSI NEGATIF
Perbedaan dimasukkan sebagai KOREKSI POSITIF  apabila :
a.       Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
b.      Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.
Untuk point (a)  dan (b) mengakibatkan PENGHASILAN KENA PAJAK  MENJADI LEBIH BESAR.
Perbedaan dimasukkan sebagai KOREKSI  NEGATIF  apabila :
a)            Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi diakui menurut akuntansi.
b)            Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
c)            Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
Untuk point (a)  dan (b) mengakibatkan PENGHASILAN KENA PAJAK  MENJADI LEBIH KECIL.








BAB II
PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

11.1UMUM
1.
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2.
Dengan pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang dipandang perlu untuk dilakukan perubahan Undang-Undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi.
3.
Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan ini adalah sebagai berikut:
  1. lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;
  2. lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak;
  3. lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan;
  4. lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; dan
  5. lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
4.
Dengan berlandaskan pada arah dan tujuan penyempurnaan tersebut perlu dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan meliputi pokok-pokok sebagai berikut:
  1. dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan subjek dan objek pajak dalam hal-hal tertentu dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal lainnya;
  2. dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negera-negara lain, mengedepankan prinsip keadilan dan netralitas dalam penetapan tarif, dan memberikan dorongan bagi berkembangnya usaha-usaha kecil, struktur tarif pajak yang berlaku juga perlu diubah dan disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap, terencana, pembedaan tarif, serta penyederhanaan lapisan yang dimaksudkan untuk memberikan beban pajak yang lebih proporsional bagi tiap-tiap golongan Wajib Pajak tersebut; dan
  3. untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, kemudahan yang diberikan berupa peningkatan batas peredaran bruto untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Peningkatan batas peredaran bruto untuk menggunakan norma ini sejalan dengan realitas dunia usaha saat ini yang makin berkembang tanpa melupakan usaha dan pembinaan Wajib Pajak agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tertib dan taat asas


II. II PASAL 4

Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis.
Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

II. III PASAL 6
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

II. IV PASAL 9
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.

II. V PASAL 11
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:
a.       dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
b.      alam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku.
Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.

Metode dan tarip penyusutan sudah ditentukan dalam Pasal 11 (6) UU No. 17 / 2000, tidak berubah dibanding UU No. 10 / 1994, yaitu:












BAB III
HUBUNGAN REKONSILIASI FISKAL DENGAN
UU PPh No. 36 TH 2008

III. I PERLAKUAN FISKAL
Pasal 4 ayat (1) huruf I, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. Pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Oleh karena itu keuntungan selisih kurs yang diperoleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi harus dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak penghasilan.
Pasal 6 ayat (1) huruf e, kerugian karena selisih kurs mata uang asing merupakan unsur pengurang penghasilan bruto. Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan :
  1. Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut.
  2. Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Pada prinsipnya, untuk transaksi dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan mata uang selain Dollar Amerika Serikat, konversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat tetap pada saat terjadinya transaksi dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia. Namun demikian untuk praktisasi, semua biaya operasional dalam Rupiah yang dikeluarkan melalui kas kecil, dapat dikonversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia pada akhir bulan dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar